Kamis, 27 Maret 2025

Sajak melawan (puisi)


Perlawanan akan terus berjalan

Meski lapar mengetam

Ancaman berdatangan

Persekusi, sumpah serapah mewarnai

Tapi kami akan tetap berdiri


Perlawanan menolak padam

Yang membuat lawan ketakutan

Sehingga suaranya dibungkam

Perlawanan tak akan berhenti

Aku katakan sekali lagi

Pantang berhenti hingga mati


Kami bersumpah demi neraka

Dan segala yang di dalamnya

Yang kelak menjadi tempat mereka

Bahwa kami masih ada


Meski telah terkubur tanpa nisan

Terbunuh di angkasa

Hanyut di selokan

Hingga hilang di lautan

Kami akan tetap ada. 


-Ghiffari Al-Abid (2024)


Dengarkan lagu ini untuk menghayati tulisan di atas:

Di Udara - Efek Rumah Kaca

Kamis, 20 Maret 2025

65 (Puisi)

Enam-lima, bukan hanya angka

Bukan pula cerita belaka

Lebih dari 1,5 jiwa Merdeka

Meski mereka tiada menginginkannya

Enam-lima lebih dari duka nestapa

Negara tega menghilangkan mereka

Nama mereka sirna

Tiada peduli dengan mereka

Meski keluarga bertanya

Tiada yang mengetahuinya.

Ya… begitulah enam-lima

13, September, 2023

Isi Kepala Terkait Sekitar (Naskah Orasi)

Sebelum kita berbicara tentang Palestina, Rafah ataupun Gaza sudahkah kita melihat negara kita?

Sebelum berbicara tentang genosida di sana usaikah genosida di sini?

Sebelum berbicara tentang perampasan hak, tanah dan segala di sana. Sudahkah usai di sini?

Bukan berarti aku berbicara di sana nggak penting, hanya saja mari kita lihat kanan kiri.

Dago Elos, Gunung Kendeng, Pakel, Wadas, Rembang, Lumajang, Kulon Progo dan daerah-daerah lain yang masih berjuang memerdekakan tanah mereka dari bangsa mereka sendiri.

Memang bung Karno pernah berkata “selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina maka sepanjang itulah bangsa Indonesia berdiri menentang penjajah Israel.” Dan itu senada dengan pembukaan UUD 1945 alinea pertama. Tetapi sebelum kita melihat jauh ke sana sudahkah kita lihat sekitar? Di mana jutaan nyawa melayang, dan ribuan orang diasingkan bahkan anak turunnya dianggap nista tanpa tahu sebabnya di tanah kelahirannya sendiri, sementara pembunuhnya bahagia dan beranak-pinak hingga memimpin negeri ini. Unik sekali, adakah langkah-langkah kita dalam membantu tetangga kita yang seperti itu?

Kemerdekaan bagi Palestina adalah salah satu langkah awal dari tegaknya keadilan dan kemanusiaan di atas bumi Tuhan Yang Maha Esa ini. Namun bolehkah kita mulai kemerdekaan itu dari kanan-kiri kita? Kita merdekakan mereka agar tidak ada lagi yang seperti Salim Kancil lagi.

Membantu kemerdekaan bangsa lain, tetapi tetangga kita masih ada yang terjajah. Maka dari itu, mari kita bantu yang terdekat hingga pada akhirnya kita mampu bersama membantu yang jauh dengan tenaga dan uluran yang lebih kuat. Pastikan kemerdekaan akan tiba meski pada akhirnya hanya utopia.


KISAH DI SUATU MALAM (Sebuah Cerpen)


            Malam itu terasa cukup dingin, mungkin suhu udara sekitar 20-22o Celsius. Aku merasa jaket ini tak cukup untuk menghangatkan badanku ini.  Apakah kemarau akan segera tiba? Entahlah, aku tak terlalu peduli, yang penting segala urusanku harus selesai malam ini.

Malam itu aku melaksanakan ibadah bulananku dengan amat khusyuk dan sungguh-sungguh. Bukan ibadah dalam konsep menjalankan ritual beragama, atau hal2 yang biasa para agamawan lakukan. Ibadahku ini hanyalah kebiasaan yang aku lakukan terus menerus setiap bulan dan aku usahakan untuk melakukannya. Tak peduli mau ada gunung Meletus, hujan badai, gempa bumi, ataupun kriminalitas anak2 yang sedang haus pengakuan. Aku pasti akan tetap jalan menuju lokasi peribadatanku.

Meskipun lokasi peribadatanku berada di luar kota, aku usahakan tetap ke sana. Ya, namanya juga ibadah. Ibadah yang aku laksanakan pada malam hari itu adalah berpikir, bertemu, dan berdiskusi dengan orang-orang yang ada di sana. Mereka juga sama sepertiku, berasal dari lokasi yang lumayan jauh, butuh waktu, tenaga, dan biaya yang mereka tanggung sendiri. Tapi itu tidaklah penting lagi. Karena kita di sini sudah berkumpul bersama dan berbahagia di dalam naungan Tuhan.

Malam itu tema pembahasan yang kita bahas cukup beragam. Mulai dari masalah remeh, sampai membahas cara mensyukuri dan menikmati hidup. Tapi malam itu orang2 pada membahas tentang negara, pemimpinnya, menteri-menterinya. Maklum, tahun depan hajatan 5 tahunan akan diselenggarakan. Jadi orang saling mengobrol dengan kopi di depan wajah mereka masing-masing. Ada yang bilang “presiden seharusnya dari bangsa kita.” Ada juga yang menambahkan “tapi kan lawannya orang kita juga, dia lahir di lereng gunung itu. Dia juga teman SMA pakde saya.” Namun diskusi segera rampung karena adanya sedikit guncangan gempa. Ini benar terjadi gempa ya!

Seperti yang aku bilang tadi ya, aku akan tetap “beribadah” meskipun ada perkara yang datang menyapa. Mulailah kita masuk ke acara yang kita nanti. Acara itu dimulai dengan kita bersama membaca lantunan ayat-ayat suci dari agama mayoritas di sini. Pembacaan ayat-ayat tersebut ditujukan agar segala usaha kita tercapai. Setelah pembacaan ayat-ayat suci itu kami langsung disuguhkan suara musik dari besi yang dipukul. Benda itu kami kenal dengan nama “Gamelan” yang di mana pakdhe KK membuatnya dengan spesifikasi khusus.

Aku sangat menyukai suara gamelan pakdhe KK. Suaranya bisa merasuk hingga jiwa. Sangat indah. Tak tahu lagi kata apa yang pas untuk mendeskripsikan keindahan permainan gamelan pakdhe KK. Setelah pakdhe memainkan beberapa nomor lagu dengan iringan gamelannya kita pun kembali masuk ke forum diskusi. Diskusi kali ini membahas tentang lagu-lagu yang baru pakdhe KK rekam. Sebenarnya pakdhe KK sudah sering memainkan lagu-lagu itu. Namun pakdhe bilang, pakdhe ingin mendokumentasikan lagu-lagunya dengan rapi. Sehingga pakdhe KK membuatkan album untuk itu.

Album itu diberi nama “Cukuplah” maksud mbah Em dan pakdhe KK menggunakan kata “Cukuplah” sebagai nama album ini, karena itu juga salah satu nama lagu di dalam album ini. Selain itu lagu “Cukuplah” juga yang menjadi pencetus atau ide awal dari album ini juga. Mbah Em juga bilang kalau lagu itu bisa buat bahan renungan bahwa cukuplah Tuhan yang mengetahu, menjadi saksi, ataupun penolong dalam setiap kegundahan, kesedihan dan kebingungan kita.

Setelah kita asyik diskusi panjang tentang album “Cukuplah” tibalah satu nomor lagu lagi dari pakdhe KK. Saat itu pakdhe membawakan salah satu lagunya yang berjudul “Obat Hati” (versi pakdhe KK berbeda dengan lagu Opick ya!). Setelah itu tibalah sesi tanya jawab antara antara mbah Em dengan cucunya. Selalu menarik untukku kala menyimak sesi tanya jawab ini. Selalu ada hal baru yang bisa kita dengar dan simak dari hasil tanya jawab antara kakek dan cucunya itu.

Seperti malam hari itu, aku jadi mengetahui guru mbah Em yang menurut mbah Em layak disebut “Indah” meskipun di mataku dan khayalanku guru mbah Em adalah pengecut. Karena mbah Em cerita kalau guru mbah Em ini yang bernama Um ini mencintai seorang gadis mahasiswi kampus kesenian di kota tempat mbah Em dan Um ini berkarya. Um ini saking cintanya dengan wanita  itu ia bukan hanya tak mampu menatap wajahnya, namun juga tak mampu untuk bertemu dengannya. Dikutip dari kata mbah Em, Um pernah bilang “Kalau cinta yang sejati dari Tuhan ini aku terapkan. Sampai aku bertemu dengan "dia", maka batal cintaku. Cinta bukan fisik, materi, maka aku tidak boleh bertemu dia. Dan cinta yang sejati adalah tak mengawininya”.

Begitulah kurang lebih sesi tanya jawab yang di mana mbah Em menjawab pertanyaan dari cucu-cucunya. Setelah selesai dan ditutup dengan harapan agar apa yang kita dapatkan dari mbah Em,  pakdhe KK, dan kawan-kawan bisa bermanfaat dan berguna untuk semua. Aku pun Kembali pulang dengan transportasi kesayanganku. Pergilah aku ke terminal untuk menikmati pesona bus kala jam setan. Saat bus pada jalan tanpa ada jadwal jam berhenti di kota-kota tertentu sehingga sopir menekan gasnya dalam-dalam.

        Meskipun bus malam itu melaju kencang di tengah gelapnya malam, aku masih tetap tersadar sembari memperhatikan bagaimana kondisi jalan pada dini hari itu. Aku bahagia karena aku bisa hadir ke dalam acara itu. Ibadahku pun selesai, saatnya kembali ke realitas, rasanya seperti terbangun dari mimpi indah. Sepanjang jalan aku memilih diam sembari mencerna hasil dari ibadahku semalam dan mempersiapkan mental bahwa, setelah panas dan cerahnya cuaca akan datang juga badai.

Sajak melawan (puisi)

Perlawanan akan terus berjalan Meski lapar mengetam Ancaman berdatangan Persekusi, sumpah serapah mewarnai Tapi kami akan tetap berdiri Perl...